I.
Teori Evolusi (Evolutionary
Theory)
Teori ini berpijak pada teori evolusi Darwin dan dipengaruhi oleh pemikiran
Herbert Spencer. Tokoh yang berpengaruh pada teori ini ialah Emile Durkheim dan
Ferdinand Tonnies. Durkheim berpendapat bahwa perubahan karena evolusi
memengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang berhubungan dengan
kerja. Adapun Tonnies memandang bahwa masyarakat berubah dari masyarakat
sederhana yang mempunyai hubungan yang erat dan kooperatif, menjadi tipe
masyarakat besar yang memiliki hubungan yang terspesialisasi dan impersonal.
Tonnies tidak yakin bahwa perubahan-perubahan tersebut selalu membawa
kemajuan. Dia melihat adanya fragmentasi sosial (perpecahan dalam masyarakat),
individu menjadi terasing, dan lemahnya ikatan sosial sebagai akibat langsung
dari perubahan sosial budaya ke arah individualisasi dan pencarian kekuasaan.
Gejala itu tampak jelas pada masyarakat perkotaan.
Teori ini masih belum memuaskan banyak pihak karena tidak mampu menjelaskan
jawaban terhadap pertanyaan mengapa masyarakat berubah. Teori ini hanya
menjelaskan proses perubahan terjadi.
II.
Teori Konflik (Conflict
Theory)
Menurut teori ini, konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok
tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial.
Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl
Marx yang menyebutkan bahwa konflik kelas sosial merupakan sumber yang
paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial.
Ralf Dahrendorf berpendapat bahwa semua perubahan social merupakan hasil dari konflik kelas
di masyarakat. la yakin bahwa konflik atau pertentangan selalu menjadi bagian
dari masyarakat. Menurut pandangannya, prinsip dasar teori konflik (konflik
sosial dan perubahan sosial) selalu melekat dalam struktur masyarakat.
III.
Teori Fungsional (Functional Theory)
Teori fungsional berusaha melacak penyebab perubahan
social sampai pada ketidakpuasan masyarakat akan kondisi sosialnya yang secara
pribadi memengaruhi mereka. Teori ini berhasil menjelaskan perubahan sosial
yang tingkatnya moderat. Konsep kejutan budaya menurut William F. Ogburn berusaha
menjelaskan perubahan sosial dalam kerangka fungsional. Menurutnya, meskipun
unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsurnya
bisa saja berubah dengan sangat cepat, sementara unsur lainnya tidak.
Ketertinggalan tersebut menjadikan kesenjangan sosial dan budaya di antara
unsur-unsur yang berubah sangat cepat dan unsur yang berubah lambat.
Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya kejutan sosial dan budaya pada
masyarakat.
Ogburn menyebutkan
perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial,
seperti kepercayaan, norma, nilai-nilai yang mengatur masyarakat sehari-hari.
Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali
menghasilkan kejutan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan polapola
perilaku yang baru meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.
Contohnya, ketika alat-alat kontrasepsi pertama kali
diluncurkan untuk mengendalikan jumlah penduduk dalam program keluarga
berencana (KB), banyak pihak menentang program tersebut karena bertentangan
dengan nilai-nilai agama serta norma yang berlaku di masyarakat pada waktu itu.
Meskipun demikian, lambat laun masyarakat mulai menerima program KB tersebut
karena dapat bermanfaat untuk mencegah pertumbuhan penduduk yang tidak
terkendali.
IV.
Teori Siklus (Cyclical Theory)
Teori ini mempunyai perspektif (sudut pandang) yang
menarik dalam melihat perubahan sosial karena beranggapan bahwa perubahan
sosial tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun, bahkan orang-orang
yang ahli sekalipun. Dalam setiap masyarakat, terdapat siklus yang harus
diikutinya. Kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban (budaya) tidak dapat
dielakkan dan tidak selamanya perubahan sosial membawa kebaikan.
Oswald Spengler
mengemukakan
teorinya bahwa setiap masyarakat berkembang melalui empat tahap perkembangan
seperti pertumbuban manusia, yaitu masa kanak-kanak, remaja, dewasa, dan tua.
Ia merasa bahwa masyarakat Barat telah mencapai masa kejayaannya pada masa
dewasa, yaitu selama zaman pencerahan (renaissance) abad ke-15.
Sejak
saat itu, peradaban Barat mulai mengalami kemunduran dan menuju ke masa tua.
Tidak ada yang dapat menghentikan proses tersebut, seperti yang terjadi pada
peradaban Babilonia di Mesir, Yunani, dan Romawi yang terus mengalami
kemunduran sampai akhirnya runtuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar